Bikin SIM Ribet, Salah Satu PR Kapolri Baru

By Admin

nusakini.com--Pergantian Kapolri dari Jenderal Badrodin Haiti kepada Jenderal M. Tito Karnavian membawa harapan baru. Salah satunya, dalam hal pelayanan publik yang merupakan ujung dari reformasi birokrasi di tubuh Polri, seperti dijanjikan Tito. 

Banyak sudut dalam pelayanan yang dikeluhkan masyarakat selama ini, meskipun sudah berkali-kali dilakukan perbaikan. Dalam hal pembuatan SIM misalnya, masih banyak ditemui keluhan. Calo yang berkeliaran memang sudah banyak berkurang, tetapi dari pengakuan berbagai pihak, praktek percaloan masih banyak terjadi, yang justru dilakukan oleh petugas kepolisian sendiri. Tidak jarang seseorang yang akan membuat SIM A atau C harus mengeluarkan dana Rp 400 ribu sampai Rp 700 ribu. Angka ini jauh dibanding biaya resmi yang hanya Rp 155.000. 

Padahal, minat masyarakat untuk memiliki Surat Ijin Mengemudi (SIM) begitu besar, karena merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki seseorang untuk mengemudi kendaraan, baik roda dua dan roda empat. Namun, untuk memperoleh SIM tersebut ternyata tidak mudah. Untuk bisa cepat lulus tes teori dan praktek, tidak mudah tanpa ada 'bantuan'. 

Fajar (25), salah seorang warga asal Halim, Jakarta Timur mengatakan, dirinya sudah tiga kali melakukan tes teori untuk memperoleh SIM C, namun belum lulus juga. Padahal menurutnya, soal-soal yang diberikan dalam tes tersebut tidak terlalu sulit dan sejak pertama kali tes soalnya tidak pernah berubah. Waktu tes pertama nilainya 14, terus kemarin 15, dan sekarang 17. “Padahal saya ngisinya sama saja, soal-soalnya juga lumayan mudah, tetapi tetap tidak lulus," kata Fajar saat ditemui di Samsat Daan Mogot, Jakarta Barat, Selasa (12/7). 

Fajar mengatakan, pihak kepolisian di kantor Samsat juga tidak memberi penjelasan detail mengenai tata cara tes teori yang diberikan. Petugas hanya menginformasikan jika nilai yang diperoleh kurang dari 21 dari 30 soal maka dinyatakan gagal. Ia juga mengaku bahwa tidak pernah mengetahui bahwa tes teori menggunakan komputer. Padahal di depan pintu masuk/tempat pendaftaran dipasang banner ukuran cukup besar yang menginformasikan bahwa tes teori dengan menggunakan komputer. 

"Kalau tes pakai komputer katanya langsung dikasih tahu jawaban yang salahnya. Tetapi kalau yang manual saya hanya diberi tahu nilainya saja, tetapi ketika pendaftaran saya tidak diberi tahu bahwa ada tes yang menggunakan komputer. Jadi saya tidak pernah tahu mana saja soal yang salah dan apa jawabannya," kata Fajar. 

Hal serupa serupa juga diungkapkan oleh Supardi Setiawan, warga asal Durikepa, Kemayoran, Jakarta Pusat. Seperti Fajar yang ingin membuat SIM C, sudah dua kali mengikuti tes teori namun belum lulus juga. "Gimana mau dapat SIM, kita tes aja seperti dipersulit begini. Sudah dua kali tes tapi tidak lulus dan tidak ada penjelasan yang jelas soal-soal mana saja yang salah," katanya. 

Keluhan pembuatan SIM yang terkesan dipersulit oleh oknum anggota Polisi sudah menjadi rahasia umum. Karena hampir semua orang yang datang pertama kali untuk membuat SIM selalu gagal di awal tes teori. Bahkan ada yang harus mengulang hingga 9 sampai 10 kali. 

Mereka yang lulus dengan cepat mayoritas mendapat 'bantuan' dari petugas setempat. "Anak saya tahun lalu juga buat SIM tapi langsung dibantu polisinya, jadi sehari bikin langsung selesai," kata seorang ibu asal Ciracas yang enggan disebut identitasnya. 

Dia mengakui bahwa jasa calo sudah mulai berkurang. Namun, tiba-tiba ada polisi yang datang menawarkan bantuan untuk membuat SIM. "Waktu itu anak saya diminta bayaran Rp 700 ribu untuk membuat SIM C," katanya. 

Selain pembuatan SIM, memperpanjang SIM juga menjadi masalah tersendiri. Padahal, Kepolisian sebelumnya sudah meluncurkan SIM Online yang bertujuan untuk mempermudah perpanjangan SIM. Namun, di kantor Samsat ini, perpanjangan SIM justru memakan waktu lebih lama. "Saya sama suami sudah datang dari jam 10 untuk perpanjang SIM B, tapi sampai sekarang jam 2 siang belum selesai juga," kata Siti, warga asal Cipayung, Jakarta Timur. 

Salah seorang petugas kepolisian di Samsat Jakarta Barat mengatakan, lamanya tes teori tergantung dari orang tersebut dalam mengerjakan tugas yang diberikan. Menurutnya, jika mereka paham mengenai aturan lalu lintas maka akan dengan mudah dikerjakan. 

Kalau soal hasil yang dibagikan tanpa ada penjelasan detil itu karena warga yang datang untuk membuat SIM sangat banyak. Dalam sehari bisa mencapai 500 orang. “Jadi kami tidak mungkin menjelaskannya satu per satu karena akan memakan banyak waktu," katanya. 

Dia menyangkal mengenai tes teori yang tidak bisa dilakukan dengan komputer. Dikatakan, tes melalui komputer bisa dilakukan namun jumlah perangkatnya terbatas. Di Satuan Pelaksana Adiminstrasi SIM (Satpas) Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat, komputer yang tersedia hanya sekitar 120 unit. Namun kapasitas pemakaiannya terbatas. Jika terlalu lama digunakan maka akan langsung error sehingga tidak bisa dipakai lagi, imbuhnya

Asdep Koordinasi Pelaksanaan, Kebijakan, dan Evaluasi Pelayanan Publik Wilayah I Noviana Andrina mengatakan, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) tidak bisa langsung melakukan pengawasan terhadap pelayanan yang diberikan oleh masing-masing instansi. Tugas Kedeputian Pelayanan Publik Kementerian PANRB melakukan pembinaan dan monitoring pelayanan yang ada berdasarkan Undang-Undang No. 25/2019 tentang Pelayanan Publik. 

“Ketika ada pengaduan, kita langsung melakukan konfirmasi kepada instansi yang bersangkutan. Tetapi kita tidak bisa melakukan pengawasan secara langsung, karena mereka sendiri sudah mempunya pengawas internal untuk pelayanan yang mereka berikan,” kata Novi. 

Dia mengakui bahwa pelayanan terhadap pembuatan SIM di tanah air masih sulit. Untuk itu, dia menyarankan agar Kepolisian mengubah sistem yang selama ini dilakukan, khususnya dalam hal transparansi. “Seharusnya ada transparansi dari segala aspek dalam pembuatan SIM ini, sehingga masyarakat tidak merasa dirugikan, apalagi jika mereka harus selalu mengulang tes, seperti teori dan praktek hingga beberapa kali. Sistemnya harus diubah,” tegas Novi. 

Proses pembuatan SIM yang berbelit-belit ini tak lepas dari perhatian Presiden Joko Widodo. Mantan Walikota Solo ini menegaskan bahwa dirinya tidak ingin rakyat mengeluh tentang pelayanan yang lamban, berbelit-belit, dan diwarnai pungutan liar (pungli). “Saya tidak ingin mendengar keluhan di rakyat mengenai pelayanan publik. Dioper sana-sini, berbelit-belit, tidak jelas waktu dan biayanya. Semuanya harus hilang, Praktik-praktik percaloan dan pungli juga harus hilang,” ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas soal peningkatan pelayanan public di kantor Presiden, Kamis (28/4) silam. 

Dengan dilantiknya Tito Karnavian sebagai Kapolri, masyarakat pun menaruh harapan yang besar untuk mendapatkan pelayanan yang berih dari pungli dan KKN. Apalagi Tito berencana akan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi (TI) agar pelayanan publik menjadi lebih baik. Di samping itu system, rekrutmennya akan diperbaiki, karena rekrutmen itu menentukan 70 persen kinerja. “Kalau memilih orang yang tidak tepat, orang yang salah, mereka nanti tidak akan menjadi pelindung pengayom, tapi akan menjadi pengganggu masyarakat,” kata Tito usai dilantik menjadi Kapolri, Rabu (13/07). 

Dia menambahkan, dirinya akan mengembangkan rekrutmen, seleksi, pendidikan dan kurikulum dengan baik untuk menghilangkan budaya koruptif. Dia juga akan mengembangkan pengiriman sejumlah anggota polisi muda untuk belajar ke luar negeri dalam program LPDP 70 orang yang berangkat dari Akpol. 

“Kita harapkan ada percepatan regenerasi karena mereka nanti bukannya hanya mendapatkan ilmu di negara yang indeks korupsinya rendah, seperti di Amerika dan Inggris. Kita harapkan mereka juga bisa membawa kultur ke sini, kultur mereka, mindset mereka adalah mindset yang non koruptif. Ini yang banyak kita lakukan nanti dalam rangka reformasi internal,” kata Tito.(p/ab)